Jumat, 19 Juni 2009

Menemukan Kembali Yang Pernah Menjadi Kebanggaan


Bersusah payah mencari dan menemukan sesuatu yang sangat dicintai adalah hal yang terkadang menjemukan namun menyimpan sejuta harapan, terkadang pula dihinggapi rasa keputusasaan. Itulah yang pernah dialami Margiono, selama kurang lebih lima tahun mencari motor kesayangannya. Motor yang menjadi sahabat dalam susah dan senang, motor yang setia mengantarkan menuntut ilmu hingga mencapai karirnya. Selalu mengalir dari hulu ke hilir, yang akhirnya bertemu dengan motor kesayangannya.
Pada saat duduk di kelas 1 SMP, sekitar tahun 1975, Margiono mendapatkan hadiah dari ibunya sebuah motor Yamaha Autolube V75. Hadiah yang diperoleh Margiono setelah ibunya menjual perhiasan emas seberat 2 ons, pada waktu itu dihargai sekitar dua ratus ribu rupiah. Dan untuk membeli Yamaha Autolube V75 idaman Margiono, ibunya harus menambah lagi sejumlah uang kira-kira lima puluh ribu rupiah. Akhirnya Yamaha V75 ada di tangan Margiono, sebagai hadiah dari ibunda tercinta karena bisa membuktikan prestasi belajarnya.
Pada waktu itu, di desa Margiono, desa Krajan, Banyubiru, Kecamatan Ambarawa belum banyak pemilik sepeda motor seperti yang dia punya. Sepeda motor adalah barang mewah bagi penduduk desa pada waktu itu. Margiono sejak awal telah jatuh cinta dengan motor Yamaha karena selain bentuk dan desainnya, mesin dan performa Yamaha yang bandel telah melekat di hati Margiono, sehingga Yamaha menjadi kendaraan idaman hatinya.
Dari semenjak duduk dibangku SMP sampai kuliah motor ini selalu menjadi teman di perjalanannya. Selepas SMA Margiono melanjutkan kuliah di UKSW, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, mengambil Fakultas Hukum. Motor inipun selalu setia menemani perjalanan studinya hingga selesai. Setiap hari Margiono selalu membawa motor ini untuk mengantarkannya ke kampus. Seringkali motor ini dipinjam oleh teman-temannya, dan tidak diisi bensin lagi hingga pada suatu saat ia pernah kehabisan bensin ketika pulang dari kuliah. Jarak rumah menuju tempat kuliah sekitar dua puluh kilometer.
Setelah menyelesaikan kuliahnya di UKSW, Margiono kemudian bekerja pada sebuah bank swasta di kota Semarang. Motor kesayangannya ditinggalkan di rumah, untuk dipakai adiknya yang pada waktu itu masih sekolah. Suatu ketika Margiono pulang ke Ambarawa, sesampainya di rumah Margiono sangat kaget, sedih dan kecewa, karena tidak melihat motor kesayangannya. Usut punya usut motor itu telah dijual adiknya untuk ditukarkan motor merk lain. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1995. Karena kecintaannya pada motor itu, semenjak mengetahui motor itu telah dijual dan ditukar, dengan merk lain, ia berusaha mencarinya kembali untuk menebusnya.
Kebetulan Margiono memiliki seorang kawan di Samsat Ambarawa, ia berpesan jika ada motor Yamaha V75 warna hitam dengan nomor polisi H 4315 C dengan tanggal batas akhir pajak 26 Desember supaya diblokir sementara waktu. Bermaksud untuk bisa menemui pemakainya dan menebusnya kembali. Tidak ada kabar berita dengan motor itu selama beberapa tahun. Hal yang membuat Margiono resah adalah ketika kawan Margiono di Samsat Ambarawa mengatakan tidak ada perpanjangan pajak untuk motor itu setiap tahunnya.
Tak kurang akal, Margiono meminta informasi kepada tukang-tukang ojek yang mangkal di pertigaan dekat rumahnya dan berpesan jika ada motor Yamaha V75 warna merah dengan nopol H 4315 C untuk segera menghubunginya. Tidak hanya itu, ia juga berkeliling ke beberapa makelar motor, dealer-dealer jual beli motor di seputar Ambarawa, Salatiga, dan Ungaran. Tetapi semuanya nihil, motor yang menjadi kesayangannya itu belum berhasil ia temukan.

Pencarian yang hampir tak berujung
Bertahun-tahun ia mencari tetapi tak juga mendapatkannya, kabarnya pun tidak terdengar sama sekali. Margiono putus asa dalam pencariannya. Hingga pada suatu siang disaat ia libur, datang seorang yang belum pernah ia kenal. Orang itu datang untuk meminjam KTP Margiono dengan alasan memperpanjang sepeda motor. Margiono berpikir Pak Solimin, orang yang meminjam KTP itu. Meminjam KTP untuk keperluan memperpanjang sepeda motor Yamaha yang lain yang sempat Margiono miliki dan telah dijual. Ketika ditanya mengenai motor apa yang akan diperpanjang, ternyata Pak Solimin mengatakan bahwa ia akan memperpanjang motor Yamaha V75. Margiono gembira bukan main ketika mendengarnya, tetapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkan kegembiraannya itu pada Pak Solimin. Pak Solimin menceritakan kalau Yamaha V75 itu telah berpindah tangan hingga lima kali, dan beberapa tempat, motor itu pernah dibeli orang Boyolali, kemudian berpindah tangan ke orang Payaman, Grabag, Magelang. Pak Solimin membeli motor ini dari orang yang tinggal di daerah Simo, Boyolali. Pak Solimin menceritakan kalau ada orang yang ingin membelinya, dan menawarnya dengan harga satu juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah, karena harga belum cocok, maka ia memutuskan untuk tidak menjualnya ia berharap mendapat laba dua ratus lima puluh ribu rupiah, dari harga motor yang sewaktu ia beli, satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah. Keinginan Pak Solimin itu akhirnya diwujudkan oleh Margiono, dengan kebingungan Pak Solimin menanyakan maksud Margiono. Ia datang mau meminjam KTP, tetapi mengapa motor yang akan diperpanjang pajaknya akan dibeli?
Sesaat kemudian setelah diajak ngobrol kesana kemari, Margiono minta diantar oleh Pak Solimin untuk mengambil motor tersebut. Sesampai di tempat pak Solimin dilihatnya motor itu masih dalam kondisi dan keadaan yang baik. Hanya pajak yang tidak diperpanjang selama lima tahun. Kemudian Margiono menceritakan apa yang membuatnya membeli motor itu. Tahun 2000 dimana Margiono dipertemukan kembali dengan motor kesayangannya. Pencarian selama lima tahun itu akhirnya telah membuahkan hasilnya.
Sepulang dari tempat pak Solimin, Margiono membawa motor itu ke rumah ibunya. Tangisan haru seorang ibu, melihat si bebek merah Yamaha V75 kesayangan anaknya kembali. Motor yang dibeli seharga dua ratus lima puluh ribu rupiah. Motor yang sering kali dipakai Margiono mengantar ibundanya ke pasar di Ambarawa untuk membeli keperluan toko yang dikelola ibunya saat itu.

Mengalir seperti air
Motor itu sekarang selalu terawat ditangan Margiono, orisinalitasnya motor itu masih dijaga baik. Meskipun tua, motor itu nampak sehat dan sering dipakai Margiono untuk refreshing melepas penat dari kesibukan kesehariannya mengelola Koperasi Simpan Pinjam Pandu Lestari miliknya. Koperasi yang telah dikelolanya sepuluh tahun terakhir ini.
Banyak kenangan suka maupun dan duka yang pernah ia jalani bersama motor kesayangannya itu. Mengalir seperti air adalah filosofi hidup Margiono. Suami dari Eni Setyowati dan ayah dari Intan Margiwati Puspitayani putri tunggalnya. Margiono adalah seorang yang fanatik dengan motor Yamaha. Dirumahnya masih ada dua koleksi motor varian Yamaha matic yaitu Mio Sporty dan Mio Soul.
Adalah keinginan Margiono untuk tetap tinggal di pedesaan, masih bisa menghirup segarnya udara dan lebih dekat dengan alam. Pemilik kebun duren dan sawah ini ingin memiliki motor trail Yamaha, kendaraan yang bisa ia pakai untuk memeriksa kebun duren atau sawahnya.
Margiono selalu berpesan kepada keluarganya, jika kelak anak cucunya jangan sampai ada yang menukarkan atau menjual motor kesayangannya itu.
Yamaha V75 itu adalah sebagian dari sejarah hidupnya, motor kebanggaan yang merupakan satu simbol dari dimulainya langkah-langkah kecil hingga mampu berlari menuju cita-cita hidup seorang Margiono saat ini.

3 komentar:

  1. Q terharu melihat isi tulisan di atas. q juga bisa merasakan bagaimana motor tsb memang memiliki nilai yg tidak bisa diukur dari materi.. q juga memiliki v75 autolube juga warisan ortu masih tangan pertama. banyak orang yg minat tp mereka menawar dg harga sembarangan. tp q tetep keukeuh takkan menjual motor yg sudah menemani diri q di segala suasana...

    BalasHapus
  2. ehmm....gak kerasa mas,saya sempet nangis baca cerita ini,karena kejadian nya hampir sama dengan yg saya alami
    ya mudah2an semua ini jadi kita bisa menghargai jerih payah orang tua,bagaimana,dengan susah payah membeli sesuatu tuk kita,dan belum tentu kita tau awal muasal uang tersebut didapat
    oke mas,terimakasih...saya jd inget kembali kenangan bersama motor ini
    bravo mas.....

    BalasHapus
  3. smoga semakin banyak orang yg mengharhgai kendaraan yg antik ini... walau dipandang rendah, seperti punya aq disuruh jual2 terus cuma hanya karena dianggap merendahkan harga diri pengendaranya. tapi aq tidak setuju. justru orang yg menghargai ha l ini akan meningkatkan harga diri pengendaranya..

    BalasHapus