Jumat, 19 Juni 2009

Lentera Ilmu Dari Kalimantan


Masih ingat jaman kita suka bolos sekolah? “Ah, tenang gurunya juga gak tahu kalau kita bolos” itulah kata-kata dalam hati yang sering terucap kalau kita bolos sekolah. Tapi sadarkah jika seorang guru telah menjadikan kita seperti sekarang ini. Punya ilmu, punya pekerjaan dan punya jabatan. Apa iya kita melupakan jasa guru semudah menjentikan jempol jemari? Tap!

Guru memang sudah dipersiapkan secara bathin untuk dilupakan oleh muridnya. Tapi alangkah baiknya kita berempati tentang perjuangan guru yang mentransfer ilmunya ke motobikers. Inilah kisah guru bernama Harmonika yang ikhlas mengajar di pedalaman hutan Kalimantan meski harus melewati perjalanan selama 120 km dalam sehari.
“Selamat pagi ibu Monik! Aku sudah kerjain PR-nya bu” begitu sapaan murid SDN 23 Gunung Ambawang di kecamatan Teluk Pakedai – Kabupaten Kubu Raya di propinsi Kalimantan Barat. Berawal dari jam 5.00 subuh, ia sudah memanaskan motor dan sarapan, Monik sudah bersiap mengajar. Ia tinggal di kota Pontianak di sebuah rumah sederhana. Setiap pagi ia rutin memanaskan motor Yamaha Vega R yang ia beli tiga tahun lalu.
Ketika jalanan masih gelap dan belum tersinari mentari, Monik sudah melaju menuju tepi anak sungai Kapuas. Perjalanan dari rumah menuju tepi sungai masih bagus. Beraspal dan tak ada jalan berlubang. Begitu sampai di tepi sungai ia menaikkan motornya ke sebuah perahu motor. Ia tempatkan motor Vega R miliknya diatas perahu motor. Perjalanan diatas perahu motor sedikit bikin ngeri. Maklum, Monik pernah mengalami perahu motornya terguncang hebat ketika kapal tongkang melaju tak jauh dari perahu motornya. Wusshhh! Ombak sungai sempat mengombang-ambingkan perahu motor karena ukurannya yang jauh lebih kecil.
Sesampainya di tepi sungai yang dituju ada tantangan baru menghadang. Tantangannya adalah jalan rimba yang menggila! Bayangkan Monik harus melewati tanjankan dari tanah merah yang terjal. Lalu ada turunan yang kemiringannya hingga 45 derajat. Itu saja? Belum, ia juga harus melewati jembatan gantung yang semakin lama semakin reot termakan usia. Lalu, apa yang selalu membuatnya semangat meski keselamatan jadi risiko? Tak lain adalah wajah-wajah lugu dan penuh semangat dari anak-anak didiknya. “Saya cinta pendidikan. Memang, kalau melihat kondisi sekarang sih sedih. Terkadang saya melihat semua itu membuat saya tersentuh” begitu aku Monik tentang sekolah dan anak didiknya.
Sekolah tempat ia mengajar sebenarnya sudah kurang layak. Bayangkan, sekolah itu dulunya adalah sebuah rumah dinas pegawai pemerintahan yang disulap jadi sekolah dasar. Di kelas tidak ada pintu bahkan atap pun sudah mengelupas dan selalu bocor jika sedang hujan. “Kasihan juga anak-anak. Mereka terkadang susah konsentrasi karena banyak anak-anak lain yang tidak terdaftar di sekolah ikut mengikuti pelajaran” begitu jelas Monik sambil mengingat kejadian sehari-hari di sekolahnya.
Rupanya pengorbanan siswa di SDN 23 Gunung Ambawang sama beratnya dengan pengorbanan Harmonika. Jarak yang jauh dan medan yang berat menuju serta ditambah aktifitas lain sebagai mahasiswa STKIP PGRI Pontianak membuatnya kelelahan yang hebat. “Saya sering tertidur di motor lho?” seru Monik sambil tertawa kecil. Padahal kita tahu di saat itulah maut mengintai. Tapi tahu apa jawaban ibu guru ini? “Kayak gitu (tertidur ketika naik motor, red) saya sudah terbiasa mas! Hehehe..” jelas Monik pada MotoDream.
Harmonika adalah seorang guru sederhana yang dilahirkan dari keluarga Polisi. Ia lahir pada 27 Maret 33 tahun yang lalu. Memiliki ayah seorang Polisi tentu sangat mempengaruhi angan dan cita-citanya. Wanita sederhana ini dulu mengidamkan bisa menjadi seorang Polisi Wanita atau Polwan. Tapi Tuhan berkehendak lain. Ia kini menjadi seorang guru untuk sebuah Sekolah Dasar yang berjarak 60 Km dari rumahnya.
Ia bersyukur jika motornya saat ini membuat dirinya mulus menjalankan misinya sebagai guru. Selama 3 tahun dan setiap hari menempuh ratusan kilometer namun Monik tetap tenang. Padahal, biasanya motor lain cenderung rewel minta perbaikan ini-itu. Bayangkan jika dalam seminggu ia mengajar selama 6 hari dikalikan 120 Km Pulang-Pergi? Sebulan saja sudah 2.880 Km! “Alhamdulillah, tak ada kerusakan. Saya belum pernah ganti plat kopling, schock breaker termasuk knalpot” begitu curhat Monik. Rahasia monik untuk mempertahankan motor satu-satunya ini ternyata sederhana. Ia rajin memeriksakan kondisi motornya ke bengkel. Di bengkel ini ia meminta montir untuk memeriksa kondisi mesin, oli hingga pengapian.
Sudah 10 tahun ia menjadi pengajar. Selama itu pula dirinya selalu berharap pada petinggi di negeri ini untuk memperbaiki sistem pendidikan. Hati monik terkadang merasa miris jika melihat kondisi sekolah tempat ia mengajar. “Saya berharap sistem pendidikan dibenahi. Khususnya tempat-tempat yang terpencil. Terutama sih buku-bukunya. Jangan sampai ada kepincangan antara kota dan daerah” begitu ungkap Monik.
Bulan ini akan menjadi momentum terbesar buat Harmonika. Persis di tanggal 2 Mei Monik bersama-sama ribuan guru lainnya di Indonesia memperingati Hari Guru se-Indonesia. Detik-detik inilah untuk kita semua mengenang jasa guru selama 1 hari dari 365 hari yang kita lewati dalam setahun. Satu hari untuk pahlawan tanpa tanda jasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar