Jumat, 19 Juni 2009
Muhammad Kadafi: Pembalap Bergelar Magister Hukum
Bangkok Racing Circuit mulai menyepi di sore (18/1) itu. Sisa-sisa dari balapan Yamaha Asean Cup Race 2008 hanyalah kesunyian yang mulai turun menyelimuti lintasan. Namun didekat akses keluar track ada sosok seorang pembalap Indonesia. Dialah Muhammad Khadafi.
Pembalap Yamaha yang satu ini terlihat berbeda diantara lainnya. Sebelum balapan ia dengan santai mengenakan topi Fedora mirip penyanyi R&B. Ia bahkan sengaja mengenakan Fedora untuk sesi pemotretan dengan seluruh pembalap yang bertarung di hari itu. Itulah yang ciri Kadafi diantara pembalap lainnya.
Dibalik penampilan Khadafi yang ala racer stylish, ia merupakan sosok yang peduli pendidikan. Tahukah Anda jika saat ini Khadafi telah memperoleh gelar Magister Hukum? Iya, Khadafi menjadi satu-satunya pembalap di tim Yamaha yang lulusan S2 Fakultas Hukum dari Universitas Negeri Lampung. Ia mendapatkan gelar ini di usia 25 tahun. Usia yang masih muda untuk ukuran orang Indonesia saat ini.
Ia mendapatkan gelar Magister Hukum karena secara historis ayahnya adalah orang yang sangat peduli pada pendidikan. Ayah Kadafi termasuk pendiri dari beberapa universitas yang ada di Sumatera. Diantaranya adalah Universitas Abulyatama di Aceh, Universitas Mala Hayati di Lampung dan Universitas Dharma Husada di Batam. Inilah amanah dari orang tua Kadafi, ayahnya menginginkan Kadafi untuk mengelola dan ikut bertanggungjawab terhadap kelangsungan sumber pendidikan tersebut.
Saat ini Kadafi sedang mempersiapkan berbagai hal untuk memajukan lembaga pendidikan yang akan ia jalankan. Di sela-sela aktifitasnya sebagai pembalap Yamaha, ia sering pulang-pergi keluar negeri untuk studi banding dengan universitas lain. Tahun ini ia melakukan perjalanan ke universitas di Guanzhu di Cina untuk studi banding. Ia berencana untuk mengaplikasikan ilmu keperawatan. “Mahasiswa Akademi Keperawatan di Indonesia saat ini kan belajar di kelas dan di akhir semester baru bisa praktik lapangan. Kalau di universitas saya mau terapkan mahasiswa yang masih baru sudah bisa mulai praktik kerja lapangan di rumah sakit,” jelas Kadafi mengungkapkan visinya tentang kurikulum yang ia idamkan. Kabarnya, Kadafi saat ini sedang mempersiapkan untuk melangkah ke jenjang S3 untuk mendapatkan gelar Doktor di bidang Hukum.
Lalu bagaimana ia bisa menjadi pembalap Yamaha? Siapa yang menyangka dibalik gelar Magister Hukum, Kadafi dulunya adalah seorang pembalap jalanan. Ia masih ingat ketika itu masih berusia 13 tahun. Meski masih muda namun dia ketagihan balapan di jalanan kota Banda Aceh. Semuanya sempat terhenti ia mengalami kecelakaan. “Waktu itu satu badan saya semuanya luka. Dan rasanya sampai mengakibatkan trauma,” begitu seru Kadafi bercerita pada MotoDream sehari sebelumnya.
Pengalaman kecelakaan inilah yang akhirnya mengubah nasib Kadafi muda. “Kamu mau jadi pembalan beneran tak?” begitu Tanya kakak dari Kadafi. Sejak itulah Kadafi memutuskan untuk pindah bersama kakaknya ke Jakarta. Kadafi masih ingat waktu itu ia dibelikan motor bekas oleh sang kakak untuk menyalurkan hobi balap.
Kadafi terus menyempurnakan skill balapnya di track Kemayoran. Hingga akhirnya ia bertemu Obos dan Ponco yang menjadi perwakilan Team Racing Yamaha Indonesia. Dari situ Obos terpilih menjadi pembalap Yamaha. Ia dikontrak oleh Yamaha pada usia 16 tahun dan mulai balapan dengan pembalap lain di daerah lain.
Terpilih menjadi pembalap Yamaha tentu ada konsekuensi yang mesti dijalani. Salah satunya adalah minimnya waktu bersama teman-teman. “Iya, dunia balap ada kehidupan tersendiri. Ketika masih sekolah, kita punya banyak waktu untuk jalan-jalan. Tapi setelah di kontrak Yamaha kita ingin memberikan yang terbaik untuk Yamaha” jelas Kadafi. Alhasil, ketika teman-teman Kadafi nongkrong bareng di mal atau di café, Kadafi justru melakukan aktifitas olahraga seperti fitness ataupun jogging. Semuanya dilakukan semata-mata untuk menjaga kebugaran sebagai pembalap Yamaha dan meninggalkan pola hidup yang tidak sehat.
Ia bahkan lebih suka menghabiskan waktunya dirumah ketika tidak ada jadwal balap ataupun kuliah. “Aku tak suka keramaian. Aku lebih suka habiskan waktu di rumah. Di rumahku di Lampung, sengaja aku buatkan tempat makan dan tempat nongkrong untuk teman-teman” seru Dafi begitu panggilan akrab Kadafi.
Cita-cita Kadafi tak pernah padam. Meskipun menyatakan mengundurkan diri sebagai pembalap Yamaha, namun ia masih menyimpan semangat untuk memberikan kontribusi kepada Yamaha yang ikut membesarkan namanya. “Kalau bisa ikut membantu balapan. Jadi kemungkinannya saya mentransfer ilmu balapan ke pembalap yang masih baru” begitu ungkap Kadafi.
Bagi Kadafi, menjadi pembalap Yamaha tentu memberikan banyak harapan dan semangat baru. Perjalanan hampir selama 10 tahun bersama Yamaha di dunia balap motor menjadikan Kadafi sebagai pribadi yang tangguh, taktis dan strategis sama halnya ketika ia sedang balapan. Kini, waktu memberikan petuah bagi Kadafi untuk memulai hidup baru di dunia pendidikan. Semua itu sama seperti Kadafi menemukan jati dirinya sebagai pembalap Yamaha 10 tahun lalu. Kini iapun berbangga karena pernah menjadi pembalap yang ikut mengharumkan nama Yamaha Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Good...
BalasHapus